Bali Nggih Nyerah Walikane Jika Sampun Pitung Kali Gagal Lanjut Magister
Dilahirkan dari keluarga yang sederhana dimana ibunya adalah seorang ART dan ayahnya adalah seorang penjaga keamanan di sebuah sekolah, tidak menghalangi Nisa Sri Wahyuni untuk tetap bermimpi besar. Nisa nggak pengin ninggalin jejak-jejak orangtuanya yang cuman lulus SD.
Semangat yang luar biasa yang dimiliki oleh Nisa dalam mengejar pendidikan telah membawanya menjadi seorang konsultan https://pn-cikarang.com/ kesehatan internasional di Global Health Strategys, sebuah perusahaan masyarakat global yang berbasis di New York, Amerika Serikat. Sebelum itu, dia juga pernah bekerja di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Banten.
Nisa cilik tinggal di rumah kecil di Jakarta, di mana ibu bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dina maseuh ieu Nisa dilahirkeun sareng tumbuh sampe bade di bangku SMP. Sejak balita, Nisa sudah memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi yang terbaik di kelas. Dia ingin menunjukkan bahwa bahkan anak dari orangtua yang hanya lulus SD juga bisa menjadi juara kelas.
Sala sekolah patut membantu mencegah perundungan.
Pejabat Gubernur DKI menegaskan kepada semua kepala sekolah dan guru di Jakarta untuk memprioritaskan keamanan dan kesejahteraan anak-anak murid mereka agar tidak terkena dampak dari tindakan bullying. Heru mengatakan bahwa ia telah meminta kepala sekolah untuk memberikan perhatian khusus kepada anak-anak baru agar terhindar dari tindakan bullying saat ia mengawasi kegiatan tahun ajaran baru di SDN 07 Cideng, Jakarta Pusat, kemarin.
Di tahun ajaran baru ini, Haru berharap tidak ada lagi kasus perundungan di lingkungan pendidikan. Agar hal tersebut tercapai, pihak sekolah diharapkan untuk mengawasi aktivitas murid mereka juga.
Heru menyarankan agar sekolah terus memeriksa kemampuan membaca dan menulis anak-anak secara rutin. Dalam sekolah itu, ada beberapa anak yang belum bisa menulis dan membaca dengan baik. Sekolah juga harus memberitahu kepada para orang tua.
Manajemen Sekolah sebagai Pemutus Rantai Ekstremisme Kekerasan
Beberapa saat yang lalu saya ikut dalam suatu perbincangan mengenai bagaimana sekolah dapat berperan dalam memupuk dan memelihara nilai-nilai perdamaian untuk mencegah ekstremisme kekerasan. Seorang pembicara menyampaikan keprihatinannya terhadap kemungkinan ideologi ekstremis masuk melalui kegiatan di luar jam pelajaran dan diadvokasi oleh mantan siswa sekolah. Dia omba menyebutka bahwa tim manajemen sekulah sering mengalami kesulitan dalam menangani masalah itu, termasuk dalam mengamati aktivitas ekstrakurikuler di sekulah.
Pendapat yang disampaikan oleh pembicara itu cukup mengganggu, terutama jika dipertimbangkan peran dan tanggung jawab manajemen di sekolah. Manajemen di sekolah memiliki kekuasaan paling besar di sekolah, tapi kenapa mereka tidak bisa merawat kebersihan sekolah dengan baik? Tambahan, dalam hal mencegah pengaruh ekstremisme kekerasan di sekolah, tindakan apa yang sebaiknya dilakukan oleh manajemen sekolah agar sekolah menjadi tempat yang aman dari penyebaran ekstremisme kekerasan dan malah menyokong dan memperbanyak kedamaian?